A. Pengertian Multi Level Marketing
(MLM)
MLM adalah sistem penjualan yang memanfaatkan konsumen sebagai tenaga penyalur secara langsung. Sistem
penjualan ini menggunakan beberapa level (tingkatan) di dalam pemasaran barang
dagangannya.
Promotor (upline) adalah anggota yang sudah
mendapatkan hak keanggotaan terlebih dahulu, sedangkan bawahan (downline)
adalah anggota baru yang mendaftar atau direkrut oleh promotor. Akan tetapi,
pada beberapa sistem tertentu, jenjang keanggotaan ini bisa berubah-ubah sesuai
dengan syarat pembayaran atau pembelian tertentu.
Untuk
menjadi keanggotaan MLM, seseorang biasanya diharuskan mengisi formulir dan
membayar uang dalam jumlah tertentu dan kadang diharuskan membeli produk
tertentu dari perusahaan MLM tersebut, tetapi kadang ada yang tidak
mensyaratkan untuk membeli produk tersebut. Pembayaran dan pembelian produk
tersebut sebagai syarat untuk mendapatkan point tertentu.
B.
Alasan
diharamkannya Multi Level Marketing
Transaksi jual beli dengan menggunakan sistem
MLM hukumnya haram. Alasan-alasannya adalah sebagai berikut :
1.
Alasan
Pertama: Di dalam transaksi dengan metode MLM, seorang
anggota mempunyai dua kedudukan:
a. Kedudukan pertama,
sebagai pembeli produk, karena dia membeli produk secara langsung dari
perusahaan atau distributor. Pada setiap pembelian, biasanya dia akan
mendapatkan bonus berupa potongan harga.
b. Kedudukan kedua,
sebagai makelar, karena selain membeli produk tersebut, dia harus berusaha
merekrut anggota baru. Setiap perekrutan dia mendapatkan bonus juga.
Pertanyaannya
adalah bagaimana hukum melakukan satu akad dengan menghasilkan dua akad
sekaligus, yaitu sebagai pembeli dan makelar?
Dalam
Islam hal itu dilarang, ini berdasarkan hadist-hadist di bawah ini:
a. Hadits
abu Hurairah radhiyallahu 'anhu:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعَتَيْنِ فِي بَيْعَةٍ
“Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam telah
melarang dua pembelian dalam satu pembelian.”( HR
Tirmidzi, Nasai dan Ahmad. Berkata Imam Tirmidzi : Hadist Abu Hurairah adalah
hadist Hasan Shahih dan bisa menjadi pedoman amal menurut para ulama)
Imam
Syafi’i rahimahullah berkata tentang hadist ini, sebagaimana dinukil
Imam Tirmidzi, “Yaitu jika seseorang mengatakan, ’Aku menjual rumahku
kepadamu dengan harga sekian dengan syarat kamu harus menjual budakmu kepadaku
dengan harga sekian. Jika budakmu sudah menjadi milikku berarti rumahku juga
menjadi milikmu’.” (Sunan Tirmidzi, Beirut, Dar al Kutub al
Ilmiyah, Juz : 3, hlm. 533)
Kesimpulannya
bahwa melakukan dua macam akad dalam satu transaksi yang mengikat satu dengan
yang lainnya adalah haram berdasarkan hadist di atas.
b. Hadist
Abdullah bin Amr, bahwasanya Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda :
لَا يَحِلُّ سَلَفٌ وَبَيْعٌ وَلَا شَرْطَانِ فِي
بَيْعٍ وَلَا رِبْحُ مَا لَمْ تَضْمَنْ وَلَا بَيْعُ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ
"Tidak
halal menjual sesuatu dengan syarat memberikan hutangan, dua syarat dalam satu
transaksi, keuntungan menjual sesuatu yang belum engkau jamin, serta menjual
sesuatu yang bukan milikmu." (HR. Abu
Daud)
Hadits
di atas juga menerangkan tentang keharaman melakukan dua transaksi dalam satu
akad, seperti melakukan akad utang piutang dan jual beli, satu dengan yang
lainnya saling mengikat. Contohnya: Seseorang berkata kepada temannya, “Saya
akan jual rumah ini kepadamu dengan syarat kamu meminjamkan mobilmu kepada saya
selama satu bulan.” Alasan diharamkan transaksi seperti ini adalah tidak jelasnya
harga barang dan menggantungkan suatu transaksi kepada syarat yang belum tentu
terjadi. (Al Mubarkufuri, Tuhfadh al Ahwadzi,
Beirut, Dar al Kutub al Ilmiyah, Juz : 4, hlm. 358, asy Syaukani, Nailul
Author, Riyadh, Dar an Nafais, juz : 5, hlm: 173)
2. Alasan Kedua: Di dalam MLM terdapat makelar berantai.
Sebenarnya makelar (samsarah)
dibolehkan di dalam Islam, yaitu transaksi di mana pihak pertama mendapatkan
imbalan atas usahanya memasarkan produk dan pertemukannya dengan pembelinya.
Adapun
makelar di dalam MLM bukanlah memasarkan produk, tetapi memasarkan komisi.
Maka, kita dapatkan setiap anggota MLM memasarkan produk kepada orang yang akan
memasarkan dan seterusnya, sehingga terjadilah pemasaran berantai. Dan ini
tidak dibolehkan karena akadnya mengandung gharar dan spekulatif.
3.
Alasan Ketiga: Di
dalam MLM terdapat unsur perjudian, karena seseorang ketika membeli salah satu
produk yang ditawarkan, sebenarnya niatnya bukan karena ingin
memanfaatkan atau memakai produk tersebut, tetapi dia membelinya sekedar
sebagai sarana untuk mendapatkan point yang nilainya jauh lebih besar dari
harga barang tersebut. Sedangkan nilai yang diharapkan tersebut belum tentu ia
dapatkan.
Perjudian
juga seperti itu, yaitu seseorang menaruh sejumlah uang di meja perjudian,
dengan harapan untuk meraup keuntungan yang lebih banyak, padahal keuntungan
tersebut belum tentu bisa ia dapatkan.
4.
Alasan
Keempat: Di dalam
MLM banyak terdapat unsur gharar
(spekulatif) atau sesuatu yang tidak ada kejelasan yang diharamkan Syariat, karena anggota yang
sudah membeli produk tadi, mengharap keuntungan yang lebih banyak. Tetapi dia
sendiri tidak mengetahui apakah berhasil mendapatkan keuntungan tersebut atau
malah merugi.
Dan Nabi
Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam sendiri melarang setiap transaksi yang
mengandung gharar, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwasanya ia berkata :
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ
الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ
“Rasulullah
shallallaahu 'alaihi wasallam melarang jual beli dengan cara al-hashah (yaitu:
jual beli dengan melempar kerikil) dan cara lain yang mengandung unsur gharar
(spekulatif).“ (HR. Muslim, no: 2783)
5.
Alasan
Kelima: Di dalam
MLM terdapat hal-hal yang bertentangan dengan kaidah umum jual beli, seperti
kaidah : Al Ghunmu bi al Ghurmi, yang
artinya bahwa keuntungan itu sesuai dengan tenaga yang dikeluarkan atau resiko
yang dihadapinya. Di dalam MLM ada pihak-pihak yang paling dirugikan yaitu
mereka yang berada di level-level paling bawah, karena merekalah yang
sebenarnya bekerja keras untuk merekrut anggota baru, tetapi keuntungannya yang
menikmati adalah orang-orang yang berada pada level atas.
Merekalah
yang terus menerus mendapatkan keuntungan-keuntungan tanpa bekerja, dan mereka
bersenang-senang di atas penderitaan orang lain. Apalagi jika mereka kesulitan
untuk melakukan perekrutan, dikarenakan jumlah anggota sudah sangat
banyak.
6.
Alasan
Keenam: Sebagian
ulama mengatakan bahwa transaksi dengan sistem MLM mengandung riba riba fadhl, karena
anggotanya membayar sejumlah kecil dari hartanya untuk mendapatkan jumlah yang
lebih besar darinya, seakan-akan ia menukar uang dengan uang dengan jumlah yang
berbeda. Inilah yang disebut dengan riba fadhl (ada selisih nilai). Begitu juga
termasuk dalam kategori riba
nasi’ah, karena anggotanya mendapatkan uang
penggantinya tidak secara cash.
Sementara
produk yang dijual oleh perusahaan kepada konsumen tiada lain hanya sebagai
sarana untuk barter uang tersebut dan bukan menjadi tujuan anggota, sehingga
keberadaannya tidak berpengaruh dalam hukum transaksi ini.
C. Multy Level
Marketing (MLM) dan Komisi MLM
1. Beda Makelar
dan MLM
Adapun pendapat bahwa transaksi ini
tergolong samsaroh (makelar), maka itu tidak benar.
Karena samsaroh adalah transaksi di mana pihak pertama
mendapatkan imbalan atas usahanya mempertemukan barang (dengan pembelinya).
Adapun MLM, anggotanya-lah yang mengeluarkan biaya untuk memasarkan produk
tersebut. Hakekat sebenarnya dari samsaroh adalah memasarkan
produk. Berbeda dengan maksud MLM yang ingin mencari komisi. Karena itu, orang
yang bergabung dalam MLM memasarkan kepada orang yang akan memasarkan dan
seterusnya. Berbeda dengan samsaroh, di mana pihak perantara
benar-benar memasarkan kepada calon pembeli barang. Perbedaan di antara dua
transaksi ini adalah jelas.
2. Beda Hibah
dan Komisi MLM
Adapun pendapat bahwa komisi-komisi
tersebut masuk dalam kategori hibah (hadiah), maka ini tidak
benar. Andaikata pendapat itu diterima, maka tidak semua bentuk hibah itu boleh
menurut syari’at. Sebagaimana hibah yang terkait dengan suatu pinjaman utang
termasuk dalam riba. Karena itu, Abdullah bin Salam berkata kepada Abu Burdah
radhiyallahu ‘anhuma,
إِنَّكَ بِأَرْضٍ الرِّبَا بِهَا فَاشٍ ،
إِذَا كَانَ لَكَ عَلَى رَجُلٍ حَقٌّ فَأَهْدَى إِلَيْكَ حِمْلَ تِبْنٍ ، أَوْ
حِمْلَ شَعِيرٍ أَوْ حِمْلَ قَتٍّ ، فَلاَ تَأْخُذْهُ ، فَإِنَّهُ رِبًا
“Sesungguhnya engkau berada di suatu
tempat yang riba begitu merajalela. Jika engkau memiliki hak pada seseorang
kemudian dia menghadiahkan kepadamu sepikul jerami, sepikul gandum atau sepikul
tumbuhan, maka hadiah itu adalah riba.” (HR. Bukhari dalam kitab
shahihnya). Dan hukum hibah dilihat dari sebab terwujudnya hibah tersebut.
Karena itu beliau ‘alaihish shalatu wa sallambersabda kepada pekerjanya
yang datang lalu berkata, “Ini untuk kalian, dan ini dihadiahkan kepada saya.”
Beliau ‘alaihish shalatu wa sallam bersabda, “Bagaimana
seandainya jika engkau tetap duduk di rumah ayahmu atau ibumu, lalu engkau
menunggu apakah engkau mendapatkan hadiah (uang tips) atau tidak?”
(Muttafaqun ‘Alaih)
D.
Multi
Level Marketing (MLM) dalam Perspektif Hukum Islam
Keharaman jual beli dengan sistem MLM ini,
sebenarnya sudah difatwakan oleh sejumlah ulama di Timur Tengah, diantaranya
adalah Fatwa Majma’ Al-Fiqh Al-Islamy Sudan oleh Prof. DR. Ahmad Khalid Bakar yang dikeluarkan pada tanggal 17 Rabi’ul
Akhir 1424 H, bertepatan dengan tanggal 17 Juni 2003 M pada majelis no. 3/24.
Kemudian dikuatkan dengan Fatwa Lajnah Daimah Arab Saudi pada tanggal 14/3/1425
dengan nomor (22935).
Ø
Fatwa Majma’ Al-Fiqh Al-Islamy Sudan
a. Satu,
sesungguhnya bergabung dengan perusahaan Biznas dan yang semisal dengannya dari
perusahaan-perusaha an pemasaran berjejaring (MLM) tidak boleh secara syar’i
karena hal tersebut adalah qimar.
b. Dua,
Sistem perusahaan Biznas dan yang semisal dengannya dari perusahaan-perusaha an
berjejaring (MLM) tidak ada hubungannya dengan akad samsarah, sebagaimana
yang disangka perusahaan (Biznas) itu dan sebagimana mereka mengesankan itu
kepada ahlul ilmi yang memberi fatwa boleh dengan alasan itu sebagai
samsarah di sela-sela pertanyaan yang mereka ajukan kepada ahlul ilmi tersebut
dan telah digambarkan kepada mereka perkara yang tidak sebenarnya-.”
Fatwa
Majma’ Al-Fiqh Al-Islamy Sudan di atas dan pembahasan bersamanya telah
dibukukan dan diberi catatan tambahan oleh seorang penuntut ilmu di Yordan,
yaitu syaikh ‘Ali bin Hasan Al-Halaby.
Sepanjang
yang kami ketahui, belum ada dari para ulama ayang membolehkan sistem
Multi Level Marketing ini. Memang ada sebagian dari tulisan orang-orang yang
memberi kemungkinan bolehnya hal tersebut, tapi datangnya hanya dari sebagian
para ulama yang dikabarkan kepada mereka sistem MLM dengan penggambaran yang
tidak benar-sebagaimana dalam Fatwa Majma’ Al-Fiqh Al-Islamy-atau sebagian
orang yang sebenarnya tidak pantas berbicara dalam masalah seperti ini.
Ada
beberapa fatwa ulama yang penulis sarikan yang menjelaskan mengenai hukum MLM
yang sebenarnya. Ada sebagian ulama yang memberikan penjelasan syarat-syarat
dan gambaran bagaimana MLM bisa masuk kategori halal.
1. Fatwa Al Lajnah Ad Daimah (Komisi Fatwa di Kerajaan Saudi
Arabia) tentang MLM yang Terlarang
Dalam
fatwa Al Lajnah Ad Daimah no. 22935 tertanggal 14/3/1425 H menerangkan mengenai
MLM yang terlarang terhimpun berbagai permasalahan berikut:
a. Di
dalamnya terdapat bentuk riba fadhl dan riba
nasi-ah. Anggota diperintahkan membayar sejumlah uang yang
jumlahnya sedikit lantas mengharapkan timbal balik lebih besar, ini berarti
menukar sejumlah uang dengan uang yang berlebih. Ini jelas adalah bentuk riba
yang diharamkan berdasarkan nash dan ijma’.
Karena sebenarnya yang terjadi adalah tukar menukar uang. Dan bukan maksud
sebenarnya adalah untuk menjadi anggota (seperti dalam syarikat) sehingga tidak
berpengaruh dalam hukum.
b. Di
dalamnya terdapat bentuk ghoror (spekulasi tinggi atau
untung-untungan) yang diharamkan syari’at. Karena anggota tidak mengetahui
apakah ia bisa menarik anggota yang lain ataukah tidak. Pemasaran berjenjang
atau sistem piramida jika berlangsung, suatu saat akan mencapai titik akhir.
Anggota baru tidaklah mengetahui apakah ketika menjadi bagian dari sistem, ia
berada di level tertinggi sehingga bisa mendapat untung besar atau ia berada di
level terendah sehingga bisa rugi besar. Kenyataan yang ada, anggota sistem MLM
kebanyakan merugi kecuali sedikit saja yang berada di level atas sehingga
beruntung besar. Jadi umumnya, sistem ini mendatangkan kerugian dan inilah
hakekat ghoror. Ghoror adalah ada kemungkinan
rugi besar atau untung besar. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
melarang dari jual beli ghoror sebagaimana disebutkan
oleh Muslim dalam kitab shahihnya.
c. Di
dalam MLM terdapat bentuk memakan harta orang lain dengan cara yang batil.
Karena yang sebenarnya untung adalah perusahaan (syarikat) dan anggota telah ditentukan
untuk mengelabui yang lain. Ini jelas diharamkan karena Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَأْكُلُوا
أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ
تَرَاضٍ مِنْكُمْ
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku saling ridho di
antara kamu” (QS. An Nisa’: 29).
d. Di dalam muamalah ini terdapat penipuan dan pengelabuan terhadap
manusia. Karena orang-orang mengira bahwa dengan menjadi anggota nantinya
mereka akan mendapatkan untung yang besar. Padahal sebenarnya hal itu tidak
tercapai. Ini adalah bentuk penipuan yang diharamkan dalam syari’at. Dan
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّى
“Barangsiapa
menipu maka dia bukan dari golonganku.” (HR. Muslim dalam
shahihnya).
Begitu pula Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Begitu pula Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ
يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِى بَيْعِهِمَا وَإِنْ
كَذَبَا وَكَتَمَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا
“Orang yang bertransaksi jual beli masing-masing
memilki hak khiyar (membatalkan atau melanjutkan transaksi) selama keduanya
belum berpisah. Jika keduanya jujur dan terbuka, maka keduanya akan mendapatkan
keberkahan dalam jual beli, tapi jika keduanya berdusta dan tidak terbuka, maka
keberkahan jual beli antara keduanya akan hilang” (Muttafaqun
‘alaih).
2. Syaikh Dr. ‘Abdullah bin Nashir As Sulmi menerangkan mengenai
syarat MLM yang halal
Syaikh
‘Abdullah As Sulmi memberikan tiga syarat MLM bisa dikatakan halal:
a. Pertama,
orang yang ingin memasarkan produk tidak diharuskan untuk membeli produk
tersebut.
b. Kedua,
harga produk yang dipasarkan dengan sistem MLM tidak boleh lebih mahal dari
pada harga wajar untuk produk sejenis. Hanya ada dua pilihan harga semisal
dengan harga produk sejenis atau malah lebih murah.
c. Ketiga,
orang yang ingin memasarkan produk tersebut tidak disyaratkan harus membayar
sejumlah uang tertentu untuk menjadi anggota.
Jika
tiga syarat ini bisa dipenuhi maka sistem MLM yang diterapkan adalah sistem
yang tidak melanggar syariat.
Namun
bisa dipastikan bahwa tiga syarat ini tidak mungkin bisa direalisasikan oleh
perusahaan yang menggunakan MLM sebagai sistem marketingnya. Jika demikian maka
sistem marketing ini terlarang karena merupakan upaya untuk memakan harta orang
lain dengan cara cara yang tidak bisa dibenarkan.
3. Penjelasan Syaikh Sholih Al Munajjid tentang MLM dengan
keanggotaan gratis dan tidak dipersyaratkan membeli produknya
Syaikh
Sholih Al Munajjid pernah menerangkan mengenai sistem pemasaran berjenjang
dengan keanggotaan gratis dan tidak dipersyaratkan membeli produknya. Beliau
menerangkan bahwa sistem semacam ini termasuk samsaroh (makelar: memasarkan
produk orang lain) yang mubah karena berbeda dengan MLM berbentuk piramida atau
berjenjang dilihat dari beberapa alasan:
1.
Orang
yang ingin memasarkan produk tidak disyaratkan membeli barang tersebut atau menyerahkan sejumlah
uang untuk menjadi anggota.
2.
Barang
yang dijual benar-benar dijual karena orang yang membeli itu tertarik,
bukan karena ia ingin menjadi anggota MLM.
3.
Orang
yang menawarkan produk mendapatkan upah atau bonus tanpa diberikan
syarat yang menghalangi ia untuk mendapatkannya.
4.
Orang
yang memasarkan produk mendapatkan upah atau bonus dengan kadar yang sudah
ditentukan. Seperti misalnya, jika seseorang berhasil menjual produk, maka ia
akan mendapatkan 40.000. Ini jika yang memasarkan produk satu orang. Jika yang
memasarkan lebih dari satu, semisal Zaid menunjukkan pada Muhammad, lalu
Muhammad menunjukkan pada Sa’ad, lalu Sa’ad akhirnya membeli; maka
masing-masing mereka tadi mendapatkan bonus yang sama atau berbeda-beda sesuai
kesepakatan.
ü Sumber:
No comments:
Post a Comment